Sebuah kisah klasik

Beberapa cerita murni untuk guyonan atau sekedar melepas kejenuhan. Ada juga diambil dari kisah nyata, pengalaman hidup diri sendiri maupun orang lain, dengan penambahan beberapa imajinasi sebagai fantasi.



Akhir kata, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.



Harapan penulis, semoga pembaca menikmati kisah-kisah yang ada di blog ini.



Selamat membaca...

Jumat, 10 Mei 2013

Duduk Manis


Aku cuma perlu duduk manis kan di sana, lihat kamu kerja.
Aku seneng kok kalau kamu disana karena aku percaya kalau kamu di sana, kamu aman, aku juga, kita aman.
Terus sesekali, kamu lempar senyum, aku balas senyum. Kita tersenyum. Kita tersenyum karena kita sama-sama melihat dan kita sama-sama tahu bahwa kita seharusnya baik-baik saja.
Aku bisa menyentuhmu, memelukmu, menciummu. Karena itu yang aku suka.
Kalau kita berjauhan lama, saat ini, kalau aku duduk diam dengan manis dan memandangmu bekerja, aku tahu bahwa aku berada di tempat yang tepat.
Aku bisa melihatmu berkeringat, bajumu basah diguyur keringat. Lihat, lihat! Peluhmu mengalir dari pelipis. Kau menyekanya cepat dengan baju lengan kanan atau kirimu.
Betul, betul, kau terlihat kotor, sedikit dekil, dan berbau. Tapi hal itu menyadarkanku bahwa itu kamu, ada nyata di depanku. Bisa kusentuh, kupeluk, dan kucium.
Kalau waktunya tiba aku untuk pulang, aku tak ingin pulang. Waktu kita bersama, cepat kali berlalu.
Kau harap, aku harap, dan kita sama-sama berharap agar ada hari esok untuk kita bertemu lagi, ada kesempatan secepatnya supaya kita bertatap muka dengan muka.
Karena rindu tidak juga usai dibalas. Kadang kala mata-beradu-mata, ada sejuta arti di sana, tapi satu yang paling menonjol, mengatakan, “Aku cinta kamu.”
Jadi aku selalu menunggu, duduk manis di sini, saat kamu menjemput aku. Karena kita sama-sama memahami bahwa kita saling mencintai.

Sabtu, 23 Maret 2013

Karena Menjaga Diriku adalah Menjaga Dirimu Juga


Kan, gara-gara kamu, aku jadi manja.
Kalau jalan jauh, aku bakalan komentar takut betis gede dan kamu akan membantah kalau jalan itu kan menyehatkan, biarin aja betis gede. Waktu aku akhirnya jalan sendiri, kamu akan negur dan bilang kalau aku dijemput aja. Sekarang, dikit-dikit aku harus dijemput walau harus nunggu lama. Kamu bilang, nanti aku capek kalau jalan, kasihan akunya.
Aku nggak suka panas karena sinar matahari bakal membakar kulit aku jadi coklat dan kamu akan bilang biarin aja kalau kena sinar matahari dan kulitnya berubah gelap, itu kan jadi lebih cantik. Selanjutnya, kamu akan jalan cepet kalau kita nggak pake payung, atau neduh dulu kalau lagi terik dan kamu bilang, kasihan aku kepanasan.
Aku nggak suka hujan, kalau kena hujan kepala aku akan pusing dan sakit, lagipula bajunya akan basah dan aku mudah kena flu. Kamu akan terobos hujan begitu saja, katamu biar cepet sampai tujuan, terus baru beres-beres. Kalau hujan lagi, kamu udah siap sedia payung, kamu bakalan payungin aku dan bilang aku jangan main hujan, nanti sakit.
Dulu, aku nggak nangis dan nggak lapor kalau aku jatuh, kaki berdarah, tangan memar, atau kulit lecet-lecet. Tapi waktu kamu lihat ada luka di diriku, kamu bakalan galau dan negur aku, suruh aku hati-hati. Katamu, aku ini kamu yang jaga, udah dipercayakan. Kalau aku terluka, kamu juga yang bakal terluka. Terus aku berpikir, dengan cara apa supaya kamu nggak sampai harus ikutan terluka? Baiklah, aku akan menjaga diriku baik-baik karena menjaga diriku adalah menjaga dirimu juga.

Sabtu, 16 Maret 2013

Cuma Kamu yang Begitu Menyebalkan


Fasenya seolah terulang lagi, seperti grafik sinus atau cos. Ketika titik jenuh, kita berada di klimaks minimum. Atau seperti roller-coaster. Setiap naik turunnya menggugah emosi, membuat teriak, tapi seru.

Gimana yah aku deskripsiinnya.

Aku cuma bingung ada orang semenyebalkannya kaya kamu.

Kamu sih mau aja aku pukul kalau aku lagi kesel, mau aja digigit kalau giginya ‘gatel’, mau aja denger aku ngoceh-ngoceh. Dan kamu berdiri di sana dan cuma tersenyum. Menyebalkan!

Kamu tuh yang bikin aku marah-marah nggak jelas terus 5 detik kemudian berubah jadi ketawa.

Kamu juga yang bisa buat aku diem selama kita jalan bareng, sepanjang perjalanan, buat aku makin bersalah dan tahu kamu sedang marah sama aku. Apa itu trik kamu? Atau apa? Akhirnya, aku kan yang bakal sms kamu duluan buat minta maaf. Menyebalkan!

Tapi aku mau.

Mau aja diajak makan di tempat itu. Kamu bilang itu tempat kencan kita pertama dan itu waktu kita masih SMA. Aku masih kelas 1 SMA dan masih pakai rok abu-abu panjang itu dan kamu bercelana panjang abu-abu lengkap dengan jaket, helm, dan sarung tangan, serta penutup mulut.

Aku merasa, kencan kita pertama itu bukan yang di dekat terminal, tapi malam minggu di dekat pantai itu, pas kamu makan ramen dan ngotot aku harus makan, padahal aku udah kenyang banget. Jadilah aku makan es krim mochi, dan kamu puas.

Setiap jalan, kamu perhatiin makan aku. Apa itu program penggendutan diri?
Tapi beberapa hari ini, kamu menyebalkannya keterlaluan. Aku disuruh nunggu lama-lama tanpa info dari kamu seakan aku di pedalaman dan kamu sedang melalang-buana di negri antah berantah. Menyebalkan! 

Dan kamu selalu begitu, menyebalkan!

Kamu bisa aja buat aku kesel, terus kita akan diem-dieman, terus aku jadi sedih, nangis, dan kamu yang aku salahin. Aku jadi males makan, susah tidur, nggak konsen belajar, dan itu karena sikap kamu yang nyebelin itu!

Hah!

Tapi bagaimanapun juga, aku tetap kangen kamu. Kamu sih begitu menyebalkannya. Selalu maksa, selalu ada aja alasan, selalu buat aku nunggu selama berjam-jam. Giliran kamu yang nunggu, aku dimarahin. Kamu memang menyebalkan tingkat kronis dan entah bagaimana aku sedikit suka. Aku gila!

Kamu juga yang mau turunin aku dari motor malem-malem di tengah jalan. Pas aku beneran mau turun, kamu malah nggak tega. Kamu tuh emang nyebelin parah! Dan kamu bisa aja balesnya pas aku bilang kamu nyebelin, kamu pasti bakalan bilang aku suka hal itu.

Yah sudahlah, setidaknya saat ini aku harus terima, itu kamu, dan cuma kamu yang begitu menyebalkan.